Minggu, 18 Desember 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi


Judul : JURNAL  PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR  2 TAHUN I - 2006

I.  Pendahuluan
Pondok Pesantren (Ponpes) adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua
di Indonesia, keberadaan dan perannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa telah
diakui oleh masyarakat. Dalam perkembangannya Pondok Pesantren berfungsi sebagai
pusat bimbingan dan pengajaran ilmu-ilmu agama Islam (tafaqquh biddin) telah banyak
melahirkan ulama, tokoh masyarakat dan mubaligh. Seiring dengan laju pembangunan
dan tuntutan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Ponpes
telah melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan peran dan sekaligus
memberdayakan potensinya bagi kemaslahatan lingkungannya. Salah satu bentuk
adaptasi nyata yang telah dilaksanakan adalah pendirian koperasi di lingkungan Ponpes
dan dikenal dengan sebutan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Keberadaan
gerakan koperasi di kalangan pesantren sebenarnya bukanlah cerita baru tumbuhnya gerakan koperasi di kalangansantri merupakan salah satu bentuk perwujudan dari konsep  ta’awun (saling menolong), ukhuwah (persaudaraan),  tholabul ilmi (menuntut ilmu) dan berbagai aspek ajaran Islam lainnya.

Abstract
This study was conducted in the province of West Java and East Java
pertaining with the progress of Islamic Boarding School for Cooperatives after
implementing the training and education program. This article is briefly
exploring the effectiveness of cooperative training and education
program.Some weakneses were found during the study and several serious
action to overcome. But the study also revealed many interesting facts that
could be used in empowering the cooperatives in the specific circumstances.

II. Dimensi Permasalahan
Berdasarkan hasil preliminary research ditemukan beberapa permasalahan
sebagai berikut.
1). Beberapa Kopontren belum menunjukkan perubahan kinerja dan keragaman
yang signifikan setelah mengikuti diklat.
2). Perluasan pangsa pasar belum berhasil dilakukan dan masih terbatas kepada
segment tertentu khususnya para santri di lingkungan sendiri.
3) Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana anggota masih belum efektif dan
kurang transparan.

III. Tujuan dan Manfaat Kajian
1. Tujuan Kajian
a. Mengevaluasi efektivitas pelaksanaan diklat perkoperasian di lingkungan
Kopontren;
b. Merumuskan model dan sistem evaluasi diklat perkoperasian yang ideal di
lingkungan Kopontren.
2. Manfaat Kajian
Tersedianya bahan dan data tentang kondisi empirik Kopontren yang dapat digunakan
sebagai bahan perumusan kebijakan pembinaan Koperasi di lingkungan Ponpes.

IV.  Lokasi Kajian
Berdasarkan peta penyelenggaraan Diklat Perkoperasian, maka lokasi kajian
ditetapkan di wilayah provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat.
Teknik Pengumpulan Data, data primer dihimpun melalui seperangkat instrumen (kuesioner) terstruktur dalam bentuk  interview guide dengan opsi tertutup dan terbuka, dan peluang argumentasi/alasan responden atas setiap jawaban yang diberikannya.
Populasi dan Teknik Penarikan Sampel, populasi dalam penelitian kajian evaluasi ini adalah Kopontren yang berlokasi di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat yang telah mengikuti program diklat dari Kementerian KUKM.
VII. Hasil dan Pembahasan Kajian
1.  Profil Kopontren di Lokasi Sampel
Dari segi setting wilayah penelitian, data kajian diperoleh wilayah Provinsi Jawa
Barat dan Jawa Timur, dan secara keseluruhan meliputi beberapa daerah tingkat dua
yaitu, Kabupaten Sukabumi, Tasikmalaya, Subang, Cirebon, Bekasi, Madiun, Kediri,
Malang, Situbondo dan Jombang. Hal ini mengindikasikan potensi Kopontren
untuk berinteraksi dengan masyarakat di sekitarnya ternyata cukup besar.
2. Aspek Jenis Pelatihan
Kategori Diklat yang diselenggarakan untuk Kopontren terbagi atas dua, yakni
pelatihan untuk Pengurus Kopontren dan Pimpinan Ponpes, kemudian pelatihan untuk
Pelatih, Manajer, dan Pejabat Dinas/Pembina.
3. Aspek Jenis Pelatihan yang Mendukung Usaha Kopontren
Berdasarkan  sebaran data dari hasil penelitian.
4. Aspek Kendala Pelatihan
Intensitas jawaban responden dalam menjawab kendala dari segi input yang
pernah mereka alami selama mengikuti pelatihan dapat dinarasikan.
5. Aspek Penyelenggaraan Pelatihan
Menurut responden dari kalangan pesantren, penyelenggara pelatihan koperasi
yang pernah mereka ikuti.
6. Aspek Penyelenggaraan Pelatihan Terbaik
Intensitas jawaban responden dalam menjawab penyelenggara pelatihan terbaik
dapat dinarasikan sebagai berikut :
1. Dilaksanakan oleh Balatkop, sejumlah 162 orang (50,2 persen)
2. Dilaksanakan oleh Pemda Kabupaten/Kotamadya, sejumlah 65 orang (20,1 persen)
7. Aspek Saran dan Harapan Terhadap Pelatihan
Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata terbesar jawaban responden yang
menilai bahwa pihak yang dianggap mampu meningkatkan keterampilan dan
pengembangan bagi Kopontren adalah yang dilaksanakan dalam bentuk kerjasama
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Otonomi Daerah setempat. Sedangkan
dari sisi penyelenggara diklat non pemerintah sejumlah 216 orang (66,9 persen) memberi
jawaban bahwa yang diharapkan memberikan pelatihan bagi Kopontren adalah Dekopin
dan Perguruan Tinggi (83 orang atau 25,7 persen).
8. Analisis Hubungan antara Input Pelatihan dengan Hasil Pelatihan Ditinjau
dari Kinerja Kopontren Pengukuran dilakukan dengan probabilitas uji Chi-Square dan hasil uji menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan
kinerja Kopontren. Analisis Hubungan Antara Input Pelatihan dengan Pengetahuan  Perkoperasian Pasca Pelatihan, dilakukan melalui uji Chi-Square. Hasil analisis menyajikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan pengetahuan Perkoperasian Responden Pasca Pelatihan. Artinya, materi, metode, teori, praktek lapangan, sarana dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi berhubungan dengan pengelolalan usaha jasa dan
barang, simpan pinjam, penjualan/pemasaran pengelolaan bahan baku, pendidikan dan
latihan anggota Kopontren, administrasi dan tata usaha, pengelolaan tehnik produksi,
keuangan dan pergudangan. Analisis Input Pelatihan Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat (kemitraan Koperasi) memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara input yang diterima dengan Partisipasi Masyarakat terhadap Kopontren (Kemitraan Kopontren). Artinya
materi, metode, teori, praktek lapangan, saran dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi berpengaruh nyata terhadap upaya perluasan mitra kerja usaha (partisipasi masyarakat) Kopontren. Analisis Hubungan Input Pelatihan dengan Proses Belajar Mengajar menyimpulkan adanya hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan proses belajar mengajar selama pelatihan perkoperasian berlangsung. Artinya materi, metode,teori, praktek lapangan, saran dan prasarana pelatihan, format pelaksanaan pelatihan dan pengembangan wacana koperasi berpengaruh terhadap kesempurnaan proses belajar mengajar yang dialami peserta selama pelatihan berlangsung (training on going process). Analisis terhadap hubungan antara Input Pelatihan dengan Sikap Untuk Pelatihan Mendatang, memberikan suatu kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara input pelatihan yang diterima dengan sikap untuk pelatihan perkoperasian mendatang. Adapun nilai koefisien kontingensi yang menjadi indikator tingkat keeratan kedua
variabel tersebut adalah sebesar 0,264 yang berarti hubungan antara kedua variabel
memiliki tingkat kekuatan yang rendah, dengan tingkat keberlakuan sebesar 0,310.
Tingkat keberlakuan ini menyatakan kemungkinan (probalita) keberlakuan hubungan
dengan nilai sebesar 0,264 adalah 69 persen pada populasi responden penelitian. Dalam Penyusunan Program sebaiknya terlebih dahulu diselenggarakan semiloka
bersama  stakeholder (Kopontren) dan perguruan tinggi terkait sehingga program
menyentuh kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelatihan (Bottom up oriented).
Tempat pelatihan sebaiknya diadakan secara bergilir di pesantren-pesantren yang
memiliki Kopontren dengan perkembangan positif dan memiliki fasilitas untuk penginapan
bagi sejumlah peserta. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan Diklat tidak terkesan
terlalu formal dan penuh keakraban. Pelatihan perkoperasian memerlukan perbaikan program
pelatihan dengan fokus pada perbaikan kurikulum pelatihan, mutu atau kopotensi pelatih/
instruktur, serta rentang waktu pelatihan sekitar tujuh hari (satu minggu). Pihak
Kementerian KUKM hendaknya mensponsori efektifitas jaringan keorganisasian
Koponntren, sehingga terdapat peluang untuk meningkatkan sinergi pengembangan
Kopontren dengan saling memberi informasi tentang potensi pengembangan masing-
masing anggota.

V. Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1.Kesimpulan
1. Pesantren memiliki landasan ideal dan praktis yakni sebagai bagian dari
upaya kegiatan pengembangan dalam proses belajar mengajar di lingkungan
warga Pesantren.
2. Tingkat akselarasi pertumbuhan dan perkembangan Kopontren terkait erat
dengan partisipasi masyarakat sekitarnya dalam mendukung kegiatan
usahanya.
3. Dalam prakteknya Diklat Perkoperasian yang pernah diselenggarakan oleh
berbagai penyelenggara, masih memiliki celah-celah kekurangan.
4. Kecenderungan ekonomi masyarakat di Indonesia sekarang ini mengarah
kepada Pola Syariah.
5. Pelatihan Koperasi di masa mendatang sepatutnya merupakan hasil pilihan
yang kompromi diantara berbagai kalangan mulai dari pihak penyelenggara/
instansi terkait, peserta dan pengelola koperasi pesantren, perguruan tinggi,
LSM dan lembaga keuangan terkait.
6. Jaringan assosiasi Kopontren merupakan satu kekuatan organisasi yang dapat
digerakkan sebagai wadah yang mampu mendukung sinergi pengembangan
Kopontren dalam mengatasi segala permasalahan Kopontren di tingkat
nasional, regional dan lokal.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, 1996, Beberapa Substansi Pokok Undang-Undang No. 25 Tahun 1992.
Pengantar Untuk Membangun Kesadaran Berkoperasi, Makalah Disampaikan pada
Pendidikan Perkoperasian Tingkat Lanjutan, Kopma IAIN Jakarta, 19 Desember
1996.
Amin Azis, 1983, Partisipasi Anggota dan Pengembangan Koperasi, Dalam Sri Edi
Swasono (Ed), Mencari Bentuk, Posisi, dan Realitas Koperasi Dalam Orde
Ekonomi Indonesia, UI-Press, Jakarta, 1983.
Azyumardi Azra, 1997, Pesantren, Kontinuitas dan Perubahan, dalam Bilik-bilik
Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan Oleh Nurcholis Madjid. Penerbit Paramadina,
Jakarta.JURNAL  PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR  2 TAHUN I - 2006
12
Babbie, Earl., 1998, Survey Research Design, In Chapter The Logic Of Survei Sampling,
(1998).
Badri Yatim, dkk, 1999, Sejarah Perkembangan Madrasah, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI. Jakarta.
Cranton P, 1986, Planning Instruction For Adult Leamers, Wall Emersob. Inc., Toronto,
Canada (1986).
Dawam Rahardjo, M. 1995. Koperasi : Kabar dari Lapangan, dalam Suyono AG dan
Irsyad Muchtar dkk (Ed), Koperasi Dalam Sorotan Pers : Agenda yang Tertinggi
dalam Rangka 50 tahun RI. Pustaka Sinar Harapan, Yogyakarta.
Faisal Ismail, 1997, Paradigma Kebudayaan Islam : Studi Kritis dan Refleksi Historis,
Cetakan ke-2, Titian Ilahi Press, Yogyakarta.
Gagne Robert, M. 1977, The Condition Of Learning, New York : Holt, Rinehart and
Wineton.
Gerlach, Vermon S. And Ely, Donald P. 1971, Teaching and Media : A Sistematic
Approach, Prentice. Hall, Englewood Clifs. N.A.
Hasbullah, 1996, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia : Lintas Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan, Cetakan ke-2, Raja Graffindo Persada, Jakarta.
Husni Rahim, 2001, Pondok Pesantren Koperasi di Indonesia, Proyek Peningkatan
Tahun Anggaran 2001 Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama RI.
REVIEW

Pondok Pesantren (Ponpes) adalah salah satu lembaga pendidikan Islam tertua
di Indonesia, keberadaan dan perannya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa telah
diakui oleh masyarakat. Ponpes
telah melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan peran dan sekaligus
memberdayakan potensinya bagi kemaslahatan lingkungannya. Salah satu bentuk
adaptasi nyata yang telah dilaksanakan adalah pendirian koperasi di lingkungan Ponpes
dan dikenal dengan sebutan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren). Keberadaan
gerakan koperasi di kalangan pesantren sebenarnya bukanlah cerita baru, sebab pendiri
koperasi pertama di bumi Nusantara adalah Patih Wiriatmadja, seorang muslim yang
sadar dan menggunakan dana masjid untuk mengerakan usaha simpan pinjam dalam
menolong jamaah yang membutuhkan dana. Tumbuhnya gerakan koperasi di kalangan
santri merupakan salah satu bentuk perwujudan dari konsep  ta’awun (saling menolong),
ukhuwah (persaudaraan),  tholabul ilmi (menuntut ilmu) dan berbagai aspek ajaran Islam
lainnya. Pelatihan Koperasi di masa mendatang sepatutnya merupakan hasil pilihan
yang kompromi diantara berbagai kalangan mulai dari pihak penyelenggara/
instansi terkait, peserta dan pengelola koperasi pesantren, perguruan tinggi,
LSM dan lembaga keuangan terkait. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan
bahwa elemen yang berhubungan dengan input, proses, output, outcome
dan  impact merupakan tahapan-tahapan yang tidak boleh lepas dari semua
stakeholders. Jaringan assosiasi Kopontren merupakan satu kekuatan organisasi yang dapat
digerakkan sebagai wadah yang mampu mendukung sinergi pengembangan
Kopontren dalam mengatasi segala permasalahan Kopontren di tingkat
nasional, regional dan lokal Indikator keberhasilan dan kekurangberhasilan pelatihan bagi Kopontren tidak
saja ditentukan oleh tingkat pengorganisasian pelatihan selama proses belajar-
mengajar dalam pelatihan. Akan tetapi juga oleh hasil pembinaan pasca
pelatihan. Oleh karena itu Diklat Perkoperasian yang selama ini dilaksanakan
oleh berbagai pihak patut diteruskan dengan melakukan berbagai penyesuaian
dan perbaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar