Minggu, 08 Desember 2013

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

Pada pembahasan kali ini sayang mereview jurnal skripsi yang disusun oleh Muhardinata. Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Adapun judul skripsinya adalah ”PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

PENDAHULUAN
Konsep good corporate governance akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat berkembang di Indonesia.
Davies (1999:38) dalam Darmawati dkk. (2004) menyatakan bahwa isu tentang corporate governance
mulai hangat dibicarakan sejak terjadinya berbagai skandal yang mengindikasikan lemahnya corporate
governance di perusahaan-perusahaan Inggris pada sekitar tahun 1950-an. Berkaitan dengan skandal
tersebut, dibentuklah The Cadbury Committee pada bulan Mei 1991 yang bertugas membuat Code of
Best Practice yang berkaitan dengan pelaporan keuangan dan akuntabilitas. Komite-komite corporate
governance yang selanjutnya dibentuk di Inggris adalah The Greenbury Committee, yang lebih
menekankan pada renumerasi direksi, dan The Hampel Committee, yang menekankan pada proteksi
investor. Sejalan dengan perkembangan isu corporate governance di negara Inggris, di berbagai negara
maju lainnya seperti Amerika, Jerman, Perancis, Jepang, Rusia, Italia, dan Australia juga mulai marak
didiskusikan. Di Indonesia isu good corporate governance muncul sejak krisis ekonomi yang melanda
sebagian besar wilayah dunia termasuk Indonesia pada tahun 1997.
Menu rut Harahap (2003) dalam Lastanti (2005), krisis Asia sebenarnya terkait dengan masalah
fundamental di dalam struktur ekonomi masing-masing negara. Selain dipicu oleh aspek luar, terjadinya
krisis juga disebabkan lemahnya aspek internal seperti kurangnya pengawasan kelembagaan, praktik
perbankan yang bersifat tradisional dan keputusan investasi yang kurang tepat.
Menurut Darmawati dkk. (2004), ciri utama lemahnya corporate governance yang diterapkan di
suatu negara disebabkan oleh tindakan mementingkan diri sendiri di pihak para manajer perusahaan.
Jika para manajer mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor, maka akan
menyebabkan jatuhnya harapan investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah
mereka tanamkan.

PerumusanMasalah
1. Apakah Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap kinerja keuangan?
2. Apakah pengungkapan Corporate Social Responbility (CSR) mempengaruhi kinerja keuangan?

BatasanMasalah
1. Perusahaan sample terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2006-2007 yang menerbitkan
laporan tahunan (Annual Report) secara berturut-turut.
2. Perusahaan sample mempunyai laporan keuangan yang berakhir 31 desember dan
menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang pelaporan
3. Perusahaan sample melakukan pengungkpan \corporate Social Responbility (CSR) dalam
laporan tahunan secara berturut-turut selam tahun 2006-2007.

Langkah-langkah untukMenerapkan Good Corporate Governance
Dalam rangka mendorong perkembangan dan keberhasilan penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance di Indonesia, diperlukan sejumlah langkah-langkah seperti diungkapkan oleh
Safitri (2002:61) dalam FCGI (2002) antara lain:
1. Menerapkan secara komprehensif prinsip-prinsip good corporate governance secara simultan ke
dalam produk perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha dan perekonomian di
Indonesia dengan memperhatikan dan menekankan kepada aspek pengawasan yang
berkelanjutan.
2. Mendorong penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang mengatur aspek atas
pertanggungjawaban pengurus perseroan dan pemegang saham utama di dalam rangka
mengelola kegiatan keuangan perseroan.
3. Mendesain ketentuan-ketentuan yang secara praktis akan menjadi pedoman profesional bagi
emiten atau perusahaan publik di dalam menuangkan model manajemen yang merefleksikan
adanya kegiatan usaha yang didasarkan pada prinsip-prinsip good corporate governance.
4. Menetapkan dan memberikan formulasi yuridis yang secara tegas melarang bentuk-bentuk
rekayasa keuangan yang dapat merugikan atau merupakan suatu modus tersembunyi praktik
curang atau kejahatan pasarmodal.
5. Menjadikan prinsip-prinsip good corporate governance sebagai syarat-syarat utama yang wajib
dipenuhi oleh seriap usaha di dalam hubungannya untuk mendapatkan persetujuan,
penunjukan ataumenerima berbagai bentuk fasilitas ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah.
6. Menciptakan mekanisme yang memudahkan dan mewajibkan setiap emiten atau perusahaan
publik untuk memiliki, mempersiapkan dan menyediakan informasi tentang perseroan dan
tersedianya sarana kontrol yang ketat dari publik atas kegiatan usaha perseroan.

Corporate Social Responsibility (CSR)
Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung
dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi.
Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak
dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai -nilai justice, dan bagaimana
perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan
(Tilt, 1994, dalam Haniffa et al, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan
dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya
akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa et al, 2005).
Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk
membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan
politis (Guthrie dan Parker, 1990). Penelitian Basamalah et al (2005 ) yang melakukan review atas
social and environmental reporting and auditing dari dua perusahaan di Indonesia, yaitu PT
Freeport Indonesia dan PTInti Indorayon, mendukung prediksi legitimacy theory tersebut.
Berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi CSR secara sukarela
telah diteliti dalam penelitian sebelumnya, diantaranya adalah karena untuk mentaati peraturan
yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan CSR, untuk memenuhi
ketentuan kontrak pinjaman dan memenuhi ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan
perusahaan, dan untuk menarik investasor (Deegan dan Blomquist, 2001; Hasnas, 1998; Ullman,
1985; Patten, 1992; dalamBasamalah et al, 2005).
Pengungkapan informasi CSR itu sendiri merupakan suatu hal yang bersifat endogeneous
(Core, 2001; Healy dan Palepu, 2001). Berbagai penelitian terdahulu mengenai faktor -faktor
determinan yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi C SR telah
banyak dilakukan. Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan profil industri berkorelasi positif dengan
pengungkapan informasi CSR (Haniffa et al, 2005; Cowen et al, 1997; Trotman et al, 1981; Kelly,
1981; Sembiring, 2003; Sembiring, 2005; Sayekti, 20 06; McGure et al, 1988; Roberts, 1992, Utomo
2000, dan Anggraini, 2006). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa tingkat leverage juga
berkorelasi dengan tingkat pengungkapan informasi CSR, meskipun hasilnya beragam. Roberts
(1992) menemukan korelasi yang positif, sedangkan Sembiring (2003) dan Sayekti (2006)
menemukan korelasi yang negatif. Selanjutnya, Haniffa et al (2005) dan Sembiring (2005) tidak
menemukan korelasi antara tingkat leverage dan pengungkapan CSR. Faktor-faktor corporate
governance juga dikorelasikan dengan tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan
perusahaan. Ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, kualitas auditor eksternal, dan struktur
kepemilikan berkorelasi positif dengan pengungkapan CS R (Haniffa et al, 2005; Sembiring, 2005;
Anggraini, 2006; Sayekti, 2006).

METODELOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode purposive random sampling yaitu
pengambilan sampel yang menyesuaikan diri dengan kriteria tertentu (Bambang & Rudi; 1994). Jadi,
peneliti tidak mengambil semua perusahaan yang terdafatar di BEI sebagai objek penelitian tetapi hanya
yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sampel yang diambil merupakan perusahaan yang masuk dalam sepuluh besar Corporate
Governance Perception Index tahun 2006 dan 2007 oleh majalah SWA dan IICG.
2. Perusahaan sampel yang diambil telah melakukan pengungkapan corporate social responbility
(CSR) pada laporan tahunannya.

Metode Pengumpulan Data
Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa:
1. Daftar perusahaan yang masuk sepuluh besar Corporate governance Perseption Index (CGPI)
tahun 2006-2007 yang di peroleh dari website The Indonesian Institute for corporate governance
(IICG) (www.iicg.co.id)
2. pengungkapan Corporate Social Responbility Disclousure Index (CSRI) tahun 2006-2007 yang
terdapat pada laporan tahunan perusahaan. Data tersebut diperoleh di www.jsx.co.id
3. Return On Equity tahu 2006-2007 yang di peroleh dari laporan tahunan. Data tersebut di
peroleh di www.jsx.co.id

VARIABEL PENELITIAN
Variabel-variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen (Y) dan dua variabel
independen (X), yaitu sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Xi)
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah CGPI dan CSRI berupa:
X1 : Corporate Governance Perseption Index (CGPI)
X2 : Corporate Social Responbility Disclosure Index (CSRI)
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerja keuangan yang diukur
dengan Return On Equity (ROE).

Dari pengolahan data dapat diketahui bahwa persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y= -91,975 + 284,923X1 – 0,546X2
Adapun interpretasi dari persamaan tersebut adalah:
1. a=-91,975
Nilai konstanta ini menunjukan apabila semua variabel bebas (Corporate Governane Perception Indeks dan Corporate Social Responbility Disclousure Index) sama dengan nol, maka Return On Equity akan bernilai sebesar -91,975.
2. b1 = 284,923
Nilai koefisien regresi b1 ini menunjukan apabila variabel Corporate Responbility Disclousure Index mengalami kenaikan sebesar satu poin maka Return On Equity akan meningkat sebesar 284,923 dengan asumsi variabel Corporate Governance Perseption Index tetap atau ceteris paribus.
3. b2 =-0,546
Nilai koefisien regresi b2 ini menunjukan apabila variabel Corporate Governance Perseption Index mengalami kenaikan sebesar satu poin maka Return On Equity akan menurun sebesar 0,546 dengan asumsi variabel Corporate Social Responbility Disclousure Index teta p ata u ceteris paribus.
Koefisien Determinasi (r2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas (X) mempengaruhi variabel terikat (Y). Dari hasil penelitian (dapat dilihat pada lampiran)
diketahui nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,50 artinya 50% variabel terikat (Return On
Equity) dapat dijelaskan oleh variabel bebas (Corporate Social Responbility Disclousure Index
dan corporate governance perception index), sedangkan sisanya (100% -50% = 50%) dijelaskan
oleh variabel lain.
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang dimasukan dalam model
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Uji F merupakan pengujian
terhadap koefisien regresi secara bersama-sama, yakni untuk melihat pengaruh dari seluruh
vaiabel bebas terhadap variabel terikat.
Dari hasil pengolahan data menunjukkan p-value 0,004<0,05,artinya signifikan, sedangkan nilai Fhitung
8,006> Ftabel 0,724,artinya signifikan. Signifikan disini berarti Ha diterima dan Ho Kesimpulan
ditolak.

Pembahasan
Pengaruh Corporate Social Responbility Disclousure Index Terhadap Return On Equity Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi ko ntribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990).
Pada variabel CSRI (X1) diperoleh hasil bahwa variabel ini berpengaruh secara signifikan
terhadap Return On Equity, ditunjukan dengan p-value sebesar 0,001 < 0.05 dan nilai thitung (3,963) > ttabel (2,0003).
Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam Haniffa et al, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa et al, 2005).
Pengaruh Corporate Governance Perseption Index Terhadap Return On Equity Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Pada variabel CGPI (X2) diperoleh hasil bahwa variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return On Equity, ditunjukan dengan niali p-value 0,536 > 0,05 dan nilai thitung (-0,633) <ttabel (0,6901).
Tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) (FCGI, 2002 dalam Tjager et al., 2003:25). Jadi perusahaan akan mengungkapakan suatu informasi jika hal tersebut bermanfaat bagi perusahaan.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Variabel Corporate Social Responbility Disclousure Index (CSRI) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
2. Variabel Corporate Governance Perseption Index (CGPI) tudak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa secara parsial hanya variabel CSRI yang berpengaruh signifikan terhadap ROE sedangkan variabel CGPI
berpengaruh tidak signifikan terhadap ROE.

Sumber: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F3527%2F1%2FJURNAL.pdf&ei=eFylUuPNB4v7rAeA8oGYAw&usg=AFQjCNGR0jyYrGaFLzocz7itNrmzQL5feA&sig2=-AUI-wCqjjONG9lmb6HalA&bvm=bv.57752919,d.bmk

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Good corporate governance (GCG) secara merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
PRINSIP-PRINSIP GCG
            Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturanyang berlaku.
TAHAP-TAHAP PENERAPAN GCG
                        Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).Tahap PersiapanTahap ini terdiri atas 3 langkah utama:
1) awareness building,
2) GCG assessment, dan
3) GCG manual building.
            Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
            GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkahyang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya.
            GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
·         Kebijakan GCG perusahaan
·         Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
·         Pedoman perilaku
·         Audit commitee charter
·         Kebijakan disclosure dan transparansi
·         Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
·         Roadmap implementasi
Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi diperusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upayasosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung beradadi bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCGchampion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan.
Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untukmengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
 
PENERAPAN GCG DI INDONESIA
                        Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas terutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Di Indonesia, Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat padapenurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi. kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris.  Ketiga, inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan. Keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal dan Kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s. Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat didalam Report on Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi. Implementasi GCG Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG diIndonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan dalam mengimplementasikan GCG. Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah.Aspek baru dalam implentasi GCG Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka. Di samping itu, implementasi GCG akan mendorongtumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam memberiperhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

http://leosukmawijaya.wordpress.com/2009/11/16/good-corporate-governance-dan-penerapannya-di-indonesia-thomas-s-kaihatu-staf-pengajar-fakultas-ekonomi-universitas-kristen-petra-surabaya/

Kamis, 31 Oktober 2013

Etika Profesi Akuntansi

Pendahuluan Etika sebagai Tinjauan
Kita sebagai manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi satu sama lain karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. Hubungan sosial ini tentunya diperlukan suatu batasan diri untuk menjaga segala sikap dan perbuatan agar menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap lingkungannya. Salah satu hal yang dapat mengontrol tingkah laku manusa adalah dengan etika. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat oksiologi membahas bidang etika yaitu tentang nilai keutamaan dan bidang estetika, nilai-nilai keindahan serta pemilihan nilai-nilai kebaikan.
Dapat kita simpulkan dari pernyataan yang dikemukakan sebelumnya bahwa etika merupakan cara bergaul atau berperilaku yang baik. Nilai-nilai etika tersebut dalam suatu organisasi dituangkan dalam aturan atau ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Aturan ini mengatur bagaimana seseorang harus bersikap atau berperilaku ketika berinteraksi dengan orang lain di dalam suatu organisasi dan dengan masyarakat di lingkungan organisasi tersebut. Cukup banyak aturan dan ketentuan dalam organisasi yang mengatur struktur hubungan individu atau kelompok dalam organisasi serta dengan masyarakat di lingkungannya sehingga menjadi kode etik atau pola perilaku anggota organisasi bersangkutan.
  • Fungsi Etika
Etika memiliki fungsi yang sangat penting karena peranannya yang besar sabagai alat control diri kita. Adapun fungsi – fungsi dari etika adalah sebagai berikut :
a.       Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
b.      Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
c.       Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme
  •         Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika
Sebagai makhluk manusia tentunya kita tidak luput dari pelanggaran etika meskipun tidak kita sadari. Sifat manusia yang terkadang tidak terkendali menyebabkan kita melanggar etika yang sebenarnya kita sadar bahwa apa yang kita lakukan melanggar etika. Dibawah ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melanggar etika, yaitu :
a.       Kebutuhan Individu
b.      Tidak Ada Pedoman
c.       Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
d.      Lingkungan Yang Tidak Etis
e.       Perilaku Dari Komunitas
  •     Sanksi Pelanggaran Etika :
a.       Sanksi Sosial : Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat ‘dimaafkan’
b.      Sanksi Hukum : Skala besar, merugikan hak pihak lain.
5.      Prinsip-prinsip etika
Etika memiliki prinsip – prinsip yang mendasari etika sebagai ilmu yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Prinsip – prinsip etika tersebut adalah
Prinsip Keindahan

Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.

Prinsip Persamaan

Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.

Prinsip Kebaikan

Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
Prinsip Keadilan

Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
Prinsip Kebebasan

Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:

1. kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
2. kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan
pilihannya tersebut
3. kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Prinsip Kebenaran

Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.

Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.

Etika Profesi Akuntansi

PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
1.                  Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2.         Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
3.         Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4.         Prinsip Keadilan
Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5.         Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
1.         kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
2.         kemampuan yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya    tersebut
3.         kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6.           Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
BASIS TEORI ETIKA
a.  Etika Teleologi
Dari kata Yunani,  telos = tujuan, mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
1.     Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
2.     Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
b.   Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
           
c.   Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d.   Teori Keutamaan (Virtue)
memandang  sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.
Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a.    Kebijaksanaan
b.    Keadilan
c.    Suka bekerja keras
d.    Hidup yang baik
EGOISM
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, orang boleh saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
http://nielam-tugas.blogspot.com/2012/10/etika-sebagai-tinjauan.html

Etika Profesi Akuntansi

ADAT ISTIADAT BUDAYA BETAWI

Suku Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya bertempat tinggal di DKI Jakarta.
Sejumlah pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Namun pihak lain berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa pada masa lalu ternyata tidak sepenuhnya benar karena eksistensi suku Betawi menurut sejarawan Sagiman MD telah ada serta mendiami Jakarta dan sekitarnya sejak zaman batu baru atau pada zaman Neoliticum, penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa sebagaimana orang Sunda, Jawa, dan Madura. [1] Pendapat Sagiman MD tersebut senada dengan Uka Tjandarasasmita yang mengeluarkan monografinya “Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran (1977)” mengungkapkan bahwa Penduduk Asli Jakarta telah ada pada sekitar tahun 3500 – 3000 sebelum masehi.
Namun menurut sebagian Peneliti yang sepaham dengan Lance Castles yang pernah meneliti tentang Penduduk Jakarta dimana Jurnal Penelitiannya diterbitkan tahun 1967 oleh Cornell University dikatakan bahwa secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayu serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.
Pada penelitiannya Lance Castles menitik beratkan pada empat sketsa sejarah yaitu :
  1. Daghregister, yaitu catatan harian tahun 1673 yang dibuat Belanda yang berdiam di dalam kota benteng Batavia.
  2. Catatan Thomas Stanford Raffles dalam History of Java pada tahun 1815.
  3. Catatan penduduk pada Encyclopaedia van Nederlandsch Indie tahun 1893
  4. Sensus penduduk yang dibuat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930.
Dimana semua sketsa sejarahanya dimulai pada tahun 1673 (Pada Akhir Abad ke 17), sketsa inilah yang oleh sebagian ahli lainnya dirasakan kurang lengkap untuk menjelaskan asal mula Suku Betawi dikarenakan dalam Babad Tanah Jawa yang ada pada abad ke 15 (tahun 1400-an Masehi) sudah ditemukan kata “Negeri Betawi”
  • Sejarah Suku Betawi Jakarta
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia,” yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.
Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Jawa dan Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab dan Tanjidor yang berlatar belakang ke-Belanda-an.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
  • Terbentuknya Kebudayaan Suku Betawi Jakarta
Kebudayaan suku Betawi merupakan kebudayaan asli kota Jakarta. Kebudayaan suku Betawi terbentuk akibat akulturasi (pencampuran) berbagai kebudayaan yang telah ada sebelumnya. Karena sikap keterbukaan orang Betawi dan penghargaan tinggi terhadap perbedaan juga turut mempercepat akulturasi tersebut. Karena akulturasi itu, kebudayaan suku Betawi dapat dikelompokkan berdasarkan pengaruh kebudayaan-kebudayaan asal yang membentuknya, yaitu :
  •  Kebudayaan yang terbentuk karena pengaruh kebudayaan Arab dan Melayu, seperti alat musik Samrah, Rebana dan Marawis.
  •  Kebudayaan yang terbentuk karena pengaruh kebudayaan Cina, seperti tari Yapong, Lenong, tari Cokek, Gambang Kromong, dan Topeng Betawi.
  •  Kebudayaan yang terbentuk karena pengaruh kebudayaan Portugis dan Belanda, seperti Keroncong Tugu dan Tanjidor.
Kebudayaan suku Betawi bisa jadi menjadi kebudayaan terkaya di Indonesia. Mengingat akulturasi pada suku ini sangat banyak. Tidak mengherankan jika kebudayaan suku Betawi dapat menarik minat pendatang untuk tinggal di Jakarta untuk berlangsungnya kebudayaan Betawi secara turun-temurun.
  • Kebudayaan Suku Betawi dalam seni musik
Gambang Kromong
Salah satu musik khas dari kesenian Betawi yang paling terkenal adalah Gambang Kromong, dimana dalam setiap kesempatan perihal Betawi,  Gambang Kromong selalu menjadi tempat yang paling utama. Hampir setiap pemberitaan yang ditayangkan di televisi, Gambang Kromong selalu menjadi ilustrasi musiknya.
Kesenian musik ini merupakan perpaduan dari kesenian musik setempat dengan  Cina. Hal ini dapat dilihat dari instrumen musik yang digunakan, seperti alat musik gesek dari Cina yang bernama Kongahyan, Tehyan dan Sukong. Sementara alat musik Betawi antara lain; gambang, kromong, kemor, kecrek, gendang kempul dan gong.
Kesenian Gambang Kromong berkembang pada abad 18, khususnya di sekitaran daerah Tangerang. Bermula dari sekelompok grup musik yang dimainkan oleh beberapa orang pekerja pribumi di perkebunan milik Nie Hu Kong yang berkolaborasi dengan dua orang wanita perantauan Cina yang baru tiba dengan membawa Tehyan dan Kongahyan.
Pada awalnya lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu Cina, pada istilah sekarang lagu-lagu klasik semacam ini disebut Phobin. Lagu Gambang Kromong muatan lokal yang masih kental unsur klasiknya bisa didengarkan lewat lagu Jali-Jali Bunga Siantan, Cente Manis, dan Renggong Buyut.
Pada tahun 70-an Gambang Kromong sempat terdongkrak keberadaannya lewat sentuhan kreativitas “Panjak” Betawi legendaris “Si Macan Kemayoran”, Almarhum H. Benyamin Syueb bin Ji’ung. Dengan sentuhan berbagai aliran musik yang ada, jadilah Gambang Kromong seperti yang kita dengar sekarang. Hampir di tiap hajatan atau “kriya’an” yang ada di tiap kampung Betawi, mencantumkan Gambang Kromong sebagai menu hidangan musik yanh paling utama. Seniman Gambang Kromong yang dikenal selain H. Benyamin Syueb adalah Nirin Kumpul, H. Jayadi dan bapak Nya’at.
Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan musik ini menjadi “terengah-engah” antara hidup dan mati (dalam tabel yang dibuat Yahya AS termasuk dalam kondisi “sedang”). Musik ini hanya terdengar di antara bulan Juni saja, yaitu sewaktu hari ulang tahun Jakarta. padahal tanggal dan tahun kelahiran kota jakarta saja belum jelas pastinya. Itupun di tempat-tempat tertentu, seperti di Setu Babakan misalnya.
Diperlukan pembinaan dan pelestarian berkelanjutan seni musik Gambang Kromong ini, khususnya bagi generasi muda Betawi. Kepedulian generasi muda Betawi terhadap keseniannya (seni musik dan seni silat) hendaknya harus melebihi generasi muda di daerah lainnya, karena keberadaan etnis Betawi itu sendiri yang berada di ibu kota Jakarta sebagai etalase kebudayaan Indonesia.
  • Kebudayaan Suku Betawi dalam seni teater
Lenong Betawi 
Lenong adalah teater rakyat khas Betawi yang dikenal sejak tahun 1920-an. Sejak awal keberadaannya, diiringi dengan musik gambang kromong. Dalam dua Lenong dikenal dua jenis cerita yaitu Lenong Denes (bercerita tentang kerajaan atau kaum bangsawan) sementara Lenong Preman berkisah tentang kehidupan rakyat sehari-hari ataupun dunia jagoan.
Lenong Denes sendiri adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah, seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Sementara lenong preman disebut-sebut sebagai perkembangan dari wayang sironda. Yang cukup signifikan dalam perbedaan penampilan kedua lenong tersebut, Lenong Denes umumnya menggunakan bahasa Melayu halus, sedang Lenong Preman rata-rata menggunakan bahasa Betawi sehari-hari.
Beberapa seniman Lenong Betawi terkenal yang lahir dan terkenal dari kesenian ini cukup banyak. Sebut saja H. Bokir (alm), Mpok Nori sampai Mandra. Namun tokoh dalam bidang ini siapa lagi kalau bukan H.M. Nasir T (Bang Nasir).
  • Kebudayaan Suku Betawi dalam seni tari
Tari Yapong
Tari Yapong ialah tari yang aktraktif yang para penarinya menggunakan pakaian merah mencolok bernuansa Cina dengan konde yang khas mengerucut diatas kepala. Musik pengiringnya adalah musik-musik perkusi yang dinamis dan meriah. Dalam tradisi kebudayaan suku Betawi, tarian ini biasa dibawakan pada pertemuan resmi, seperti penyambutan tamu kehormatan dan pembukaan suatu kegiatan.
  • Kesenian Suku Betawi Ondel-Ondel
Ondel-ondel merupakan hasil dari kebudayaan Betawi yang berupa boneka besar yang tingginya mencapai sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, boneka ini dibuat dari anyaman bambu yang dibuat agar dapat dipikul dari dalam oleh orang yang membawanya. Boneka tersebut dipakai dan dimainkan oleh orang yang membawanya. Pada wajahnya berupa topeng atau kedok yang dipakaikan ke anyaman bambu tersebut, dengan kepala yang diberi rambut dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya di cat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan dicat dengan warna putih.
Jenis pertunjukan ini diduga sudah ada sebelum tersebarnya agama Islam di pulau Jawa dan juga terdapat di berbagai daerah dengan pertunjukkan yang sejenis. Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali dikenal dengan nama Barong Landung.
Awal mulanya pertunjukan ondel-ondel ini berfungsi sebagai penolak bala dari gangguan roh halus yang mengganggu. Namun semakin lama tradisi tersebut berubah menjadi hal yang sangat bagus untuk dipertontonkan, dan kebanyakan acara tersebut kini di adakan pada acara penyambutan tamu terhormat, dan untuk menyemarakkan pesta-pesta rakyat serta peresmian gedung yang baru selesai dibangun.
Disamping untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, “Ngamen”. Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru, baik masehi maupun Imlek. Sasaran pada perayaan Tahun Baru Masehi daerah Menteng, yang banyak dihuni orang-orang Kristen. Pendukung utama kesenian ondel-ondel adalah petani yang termasuk “abangan”, khususnya yang terdapat di daerah pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya.
Musik yang mengiringi ondel-ondel tidak tertentu, tergantung dari  masing-masing rombongan. Ada yang diiringi tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, kampung setu. Ada yang diiringi dengan pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh, sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diiringi Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh, Kalideres. Ondel-ondel betawi tersebut pada dasarnya masih tetap bertahan dan menjadi penghias di wajah kota metropolitan Jakarta.
sumber :
 http://damayantilinda.blogspot.com/2012/07/ciri-khas-kebudayaan-betawi_04.html#ixzz2X7DbMkNH
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi