Senin, 07 November 2011

Review Jurnal Ekonomi Koperasi

Judul : PERINGKAT PROPINSI DALAM MEMBANGUN EKONOMI KOPERASI ANALISIS BERDASARKAN INDEKS PEKR
Penulis : Johnny W. Situmorang

ABSTRAK
Cooperative Economic development is an integral part of national economic development. The higher capacity of the region in national economy, it should be reflected on the higher regional cooperative economy. In the era of regional outonomy, cooperative developmet constitutes one of the main authorities of the head of the regions. In compliance with the environmental and climate changes, every province will spur to developing cooperative economy to materalizing people’s economy. One of the encouragements to enhance inter regional competition is by identifying the position of the province nationally. By using regional cooperative economic performance/PEKR index, then the provincial rank in could be identified. The result of the analysis shows a good performance of one province is not always indicated by the high regional economy capacity in the national economy. In, 2006 the highest rank was achieved by the Province of Gorontalo, although this province having low regional economic capacity, but it was able to create very high cooperative economy

I.PENDAHULUAN
Pasca krisis ekonomi Indonesia telah memasuki usia satu dekade. Kemajuan perekonomian Indonesia secara mendasar masih belum signifikan, meskipun stabilitas ekonomi makro telah pulih, khususnya dari indikator nilai tukar rupiah yang stabil, inflasi yang terkendali, dan neraca perdagangan luar negeri yang positif, yang didukung oleh stabilitas politik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan dukungan investasi yang tinggi pula baik dari investasi langsung nasional maupun asing (FDI). Dunia usaha, khususnya lembaga koperasi, belum menjadi andalan dalam menggerakkan sumberdaya domestik. Itu sebabnya, pengangguran dan kemiskinan masih menjadi persoalan pokok pembangunan ekonomi yang tidak hanya di perdesaan juga sudah menggapai perkotaan.
            Persoalan mendasar yang menjadi penentu kemampuan menarik investasi ke Indonesia adalah iklim investasi dan bisnis yang tidak kondusif. Dari berbagai survey nasional dan internasional menyangkut bisnis dan ekonomi, Indonesia selalu berada pada posisi yang rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Artinya, Indonesia belum menjadi negara tujuan investasi. Kalaupun ada aliran investasi ke Indonesia belum menyentuh bidang usaha yang menjadi andalan perekonomian dan masih terlihat dunia usaha lebih menyukai pusat operasinya di regional (daerah) tertentu saja, khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali.
            Pembangunan koperasi adalah salah satu strategi setiap kepala daerah dalam pembangunan ekonomi. Karena koperasi telah dikenal luas selama ini sebagai lembaga yang dianggap mampu mewadahi masyarakat mencapai cita-cita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat berdasarkan kultur kerjasama. Secara ideal, koperasi tidak hanya sebagai badan usaha rakyat tapi juga sebagai lembaga yang dianggap mampu mengejawantahkan peran konstitusi (pasal 33 UUD 1945) dalam konteks ekonomikerakyatan.

II. METODE ANALISIS
Berbagai metode dapat dikembangkan untuk menjawab masalah yang dikemukakan di atas. Selama ini, persoalan menyangkut peran koperasi lebih sering dikumandangkan berdasarkan analisis historikal yang normatif. Tulisan ini mencoba menampilkan analisis yang lebih positif dengan menggunakan fakta empirik menyangkut posisi ekonomi koperasi dikaitkan dengan kemampuan ekonomi regional dimana koperasi itu berada. Pendekatan relatifitas menjadi dasar dalam analisis ini. Untuk mengetahui performa propinsi dalam pengembangan ekonomi koperasi digunakan metode indeks, berdasarkan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional (IPEKR) dari sisi regional atau propinsi atau kawasan Indonesia (selanjutnya disebut regional) atau Regional Cooperative Economic Performance Index (RCEPI)
Pendekatan analisis berdasarkan IPEKR atau indeks RCEP tersebut dirumuskan dalam beberapa persamaan berikut ini. Ukuran ekonomi koperasi regional/propinsi (UEKR) atau disebut juga sebagai regional cooperative economic size (RCES) adalah sebagai berikut:
UEKR =   VUKN          
                 VUKR
Dimana VUKR = volume usaha koperasi regional/propinsi (Rp triliun) dan VUKN = volume usaha koperasi nasional (Rp triliun).
Ukuran ekonomi regional/propinsi (UER) atau disebut juga sebagai regional economic size (RES) dirumuskan sebagai berikut:
UER =  PDRB
              PDB
Dimana PDRB = produk domestik regional bruto dari propinsi dan PDB = produkdomestik bruto Indonesia.

IPEKR atau RCEPI dapat dirumuskan sebagai rasio antara UEKR dengan UER,
yakni:
IPEKR = UEKR
                UER
Dimana UEKR = ukuran ekonomi koperasi regional dan UER = ukuran ekonomi regional

Metode ini cukup baik untuk menjelaskan rating dan peringkat regional/propinsi
dalam pengembangan ekonomi atau bisnis koperasi

III.HASIL ANALISIS
3.1. Rating dan Peringkat Propinsi
            Sebagaimana terlihat dalam metode analisis, IPEK merupakan ukuranrating propinsi dalam performa ekonomi koperasi. Pada tahun 2006, sebaran rating propinsi sangat beragam. Rating tertinggi adalah mencapai 5.6086 dan terendah 0.1224. Rating 5.6086 menunjukkan bahwa performa ekonomi koperasi regional mencapai 5.61 kali lebih tinggi daripada kemampuan ekonomi regionalnya. Dengan kata lain, setiap 1% pangsa ekonomi regional terhadap nasional akan menciptakan 5.61% ekonomi koperasi regional. Rating 0.1224 berarti setiap 1% pangsa ekonomi regional hanya menciptakan 0.1224% ekonomi koperasi atau 87.76% di bawah kapasitas ekonomi regionalnya.
            Hasil dari analisis ini memperlihatkan suatu hal yang tidak disangka sebelumnya secara radikal. Justru rating tertinggi dicapai oleh Propinsi Gorontalo (5.6086) dan terrendah Propinsi Kepulauan Riau (0.1224). Rating tinggi dicapai oleh 12 propinsi, yakni Gorontalo, Bali (3.5734), Jawa Timur (2.3627), Maluku (2.3113), DI Yogyakarta (1.7472), Jawa Tengah (1.6723), NTB (1.3200), Sumatera Selatan (1.2468), Sulawesi Utara (1.1426), Sulawesi Selatan (1.0870), Lampung (1.0632), dan Sulawesi Tenggara (10239). Dengan rating tersebut, maka secara berurutan peringkat-1 diduduki oleh Propinsi Gorontalo, dan seterusnya sesuai dengan rating di atas. Hal yang mengejutkan lagi adalah propinsi yang selama ini diketahui selalu menunjukkan jumlah koperasi yang banyak ternyata tidak selamanya mampu menduduki posisi tertinggi dalam mengembangkan ekonomi koperasi. Hal ini terlihat misalnya Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Riau. Bahkan posisi DKI Jakarta terpuruk pada urutan ke-
21.
3.2. Ukuran Ekonomi Regional
            Sejauhmana kemampuan ekonomi relatif regional/propinsi terhadapnasional merupakan ukuran ekonomi regional atau kapasitas dari propinsi tersebut dalam bidang ekonomi. Kapasitas itu diukur berdasarkan PDRB dan PDB yang biasa digunakan untuk mengukur perekonomian.
            Memperhatikan kapasitas regional, semestinya propinsi yang memiliki kapasitas tinggi dalam perekonomian akan menunjukkan performa ekonomi koperasi yang juga harus tinggi. Namur kenyataannya berbeda, hal tersebut sangat tergantung pada strategi dan upaya propinsi menggerakkan sumberdaya ekonomi koperasi di wilayahnya. Kalau propinsi tersebut mampu menggerakkan sumberdaya koperasi melebihi UER-nya maka propinsi tersebut dinyatakan bekerja secara penuh memanfaatkan kapasitas ekonomi regionalnya. Sebaliknya, kalau propinsi tersebut tidak sanggup menggerakkan sumberdayanya maka performa ekonomi koperasi regional akan rendah. Artinya, propinsi tidak mampu menggunakan kapasitas ekonominya dengan baik untuk memajukan koperasi sebagai wujud ekonomi rakyat.
3.3. Ukuran Ekonomi Koperasi Regional
            Gambaran mengenai kemampuan propinsi mengembangkan ekonomi koperasi terlihat dari ukuran ekonomi koperasi regional (UEKR). Dimensi ini menunjukkan sejauhmana propinsi memberikan kontribusi terhadap ekonomi koperasi secara nasional. Indikator ini juga mencerminkan kapasitas propinsi dalamekonomi koperasi.
            Kapasitas ekonomi regional, yakni propinsi, pulau, dan kawasan, berdasarkan UER dan UEKR yang tinggi ternyata belum menjamin tingginya peringkat propinsi itu dalam performa ekonomi koperasi. IPEKR beberapa propinsi yang memiliki kapasitas tinggi baik ekonomi regional maupun ekonomi koperasi, hanya Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masuk dalam kategori performa baik. Sedangkan Jawa Barat, Sumatera Utara, dan DKI Jakarta tidak termasuk sebagai propinsi yang performanya baik.

IV. Penutup
Dari uraian di atas dapat dinyatakan model analisis PEKR (Performa Ekonomi Koperasi Regional) dapat menjelaskan dengan baik posisi propinsi dalam perekonomian koperasi. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa peringkat tertinggi propinsi tidak selalu mencerminkan ukuran ekonomi regional yang tinggi secara nasional. Justru beberapa propinsi yang kapasitas ekonomi regionalnya rendah terhadap nasional menempati posisi yang tinggi ditinjau dari performanya. Penyebabnya terkait pada strategi mobilisasi kekuatan ekonomi yang tidak fokus pada koperasi.

Untuk itu, sudah saatnya bagi kepala daerah yang peringkatnya rendah tapi kapasitas ekonominya tinggi meninjau kembali rencana strategi pembangunan daerah dan implementasi rencana tersebut agar tetap memberikan bobot yang tinggi pada koperasi. Hal ini dimungkinkan karena otonomi daerah memberikan keleluasaan kepala daera untuk mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan spesifik lokal daerahnya. Peringkat rendah propinsi dalam pengembangan koperasi seyogianya menjadi pemicu peningkatan persaingan antar daerah agar ekonomi koperasi semakin meningkat    

DAFTAR PUSTAKA
_____________, (2005). World Investment Report. Website UNCTAD. Swiss.
_____________, (2008). Statistik Indonesia 2008. Website BPS. Jakarta.
_____________, (2008). Statistik Bank Indonesia. Websit BI. Jakarta
Situmorang, Johnny W., (2006). Pemeringkatan Koperasi Berdasarkan Membership Dignity
Performance Index. Studi Kasus Koperasi di Kabupaten Bandung. Bahan Diskusi Isyusyu Strategis, Kedeputian Pengkajian KUKM, Kementerian KUKM. Jakarta, Kamis 12
Oktober. Jakarta.
Situmorang, Johnny W, Pariaman Sinaga, dan Rinie Sriyanti, (2006). Prototipe Model
Pemeringkatan Koperasi Berdasarkan Cooperative Membership Dignity Index. Studi
Kasus Koperasi di Kabupaten Bandung. Majalah Infokop, Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara KUKM, Desember 2006. Jakarta13
Situmorang, Johnny W., (2007). Sektor Industri Manufaktur Pilihan Investasi PMDN dan
PMA, Tahun 2001-2006. Communication Paper, CBES. Jakarta, Pebruari.
__________________, (2007). Performa Regional Menarik Investasi PMDN dan PMA, Tahun
2001-2006. CBES-Communication Paper, Maret.
__________________, (2007). Kalimantan Tengah Peringkat Pertama Menarik PMDN.
Feature Website KB. Antara. Mei 2007.
__________________, (2007). Pilihan Investasi PMDN Sektor Industri Manufaktur Dan PMA,
Tahun 2001-2006. CBES-Communication Paper, Maret 2007.
__________________, (2007). Banten Peringkat Pertama Menarik PMA. CBESCommunication Paper, Mei 2007.
Situmorang, Johnny W, dkk., (2007). Studi Pengembangan Model Pemeringkatan Koperasi.
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM, Kementerian Negara KUKM. Jakarta

Nama Kelompok :
ANGGRAINI DESTI WULANDARI (20210848) 
KARIMAH PATRYANI (23210835)
MAY PUSPITA SARI (29210044)
NUR FADHILLAH (25210123)
RAHMI ISMAYANI (25210588)


Jurnal Koperasi

JURNAL EKONOMI KOPERASI (PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi.
1.2Rumusan Masalah
Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi. Namun dalam pelaksanaannya selalu saja mengalami hambatan, sehingga koperasi tidak dapat berkembang.
BAB I I
PEMBAHASAN
1.1Keadaan Perekonomian Indonesia Pada Masa Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bangsa Belanda melakukan praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.
Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan. Di samping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dan para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
1.2Timbulnya Cita -Cita Pembentukan Koperasi di Indonesia
Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah. Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat. Di samping itu kesadaran beragama juga semakin tinggi. Pada saat itulah mulai tumbuh keinginan untuk melepaskan dari keadaan yang selama ini mengungkung mereka. Pemerintah Hindia Belanda tak segan- segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental. Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfatkan kesempatan dan keadaan mereka sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang mencekik leher. Dari keadaan itulah timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk koperasi.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Adanya Politik Etis Belanda membuktikan adanya beberapa orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan/kesengsaraan rakyat Indonesia seperti halnya berkaitan dengan koperasi tanah air kita yaitu E. Sieburgh dan De Wolf van Westerrede. Kedua nama tersebut banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto.
1.3 Terwujudnya Pendirian Koperasi
Sementara itu pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh di mana-mana. Kaum pergerakan pun dalam memperjuangkan mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Titik awal perkembangan perkoperasian di bumi Nusantara ini bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908. Pergerakan kebangsaan yang dipimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo inilah yang menjadi pelopor dalam industri kecil dan kerajinan melalui keputusan Kongres Budi Oetomo di Yogyakarta kala itu ditetapkan, bahwa:
•Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang
pendidikan.
•Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka dibentuldah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui penggunaan sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale itu. Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Dan pada tahun 1912, sendi dasar ini juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam.
1.4Campur Tangan Belanda Dalam P erkembangan Koperasi Indonesia
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di dalam kehidupan beroganisasi di kalangan penduduk pribumi saat itu. Baru pada tahun 1915 disadari bahaya laten dan sendi-sendi dasar demokrasi yang dianut pergerakan-pergerakan rakyat itu. Pemerintah kolonial lalu mengeluarkan peraturan yang pertama kali mengatur cara kerja koperasi, yang sifatnya lebih membatasi ruang gerak perkoperasian. Karena Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
-Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
-Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
-Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
-Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun
1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
- Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- Bisa menggunakan bahasa derah
- Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- Perizinan bisa di daerah setempat
Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan untuk berkembang. Kesulitan pelaksanaan koperasi tidak saja dialami oleh Budi Oetomo, melainkan juga dialami oleh pergerakan- pergerakan lainnya, seperti Serikat Dagang Islam (SDI) yang dilahirkan pada tahun 1911 silam dipimpin oleh H. Samanhudi.
1.5Koperasi Indonesia Pada Masa P endudukan Jepang
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia koperasi tidak mengalami perkembangan tetapi justru mengalami kehancuran. Jepang lalu mendirikan ”Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang.
Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat
yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Politik tersebut sangat menarik perhatian rakyat sehingga dengan serentak di Indonesia dapat didirikan Kumiai sampai ke desa-desa. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.Jelaslah bahwa Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya. 
sumber: http://d3d3v1a.wordpress.com/2010/10/14/jurnal-ekonomi-koperasi-perkembangan-ekonomi-di-indonesia/

kelompok:
Anggraini Desti W
Karimah
May Puspitasari
Nur Fadhillah
Rahmi Ismayani