Minggu, 08 Desember 2013

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

Pada pembahasan kali ini sayang mereview jurnal skripsi yang disusun oleh Muhardinata. Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Adapun judul skripsinya adalah ”PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

PENDAHULUAN
Konsep good corporate governance akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat berkembang di Indonesia.
Davies (1999:38) dalam Darmawati dkk. (2004) menyatakan bahwa isu tentang corporate governance
mulai hangat dibicarakan sejak terjadinya berbagai skandal yang mengindikasikan lemahnya corporate
governance di perusahaan-perusahaan Inggris pada sekitar tahun 1950-an. Berkaitan dengan skandal
tersebut, dibentuklah The Cadbury Committee pada bulan Mei 1991 yang bertugas membuat Code of
Best Practice yang berkaitan dengan pelaporan keuangan dan akuntabilitas. Komite-komite corporate
governance yang selanjutnya dibentuk di Inggris adalah The Greenbury Committee, yang lebih
menekankan pada renumerasi direksi, dan The Hampel Committee, yang menekankan pada proteksi
investor. Sejalan dengan perkembangan isu corporate governance di negara Inggris, di berbagai negara
maju lainnya seperti Amerika, Jerman, Perancis, Jepang, Rusia, Italia, dan Australia juga mulai marak
didiskusikan. Di Indonesia isu good corporate governance muncul sejak krisis ekonomi yang melanda
sebagian besar wilayah dunia termasuk Indonesia pada tahun 1997.
Menu rut Harahap (2003) dalam Lastanti (2005), krisis Asia sebenarnya terkait dengan masalah
fundamental di dalam struktur ekonomi masing-masing negara. Selain dipicu oleh aspek luar, terjadinya
krisis juga disebabkan lemahnya aspek internal seperti kurangnya pengawasan kelembagaan, praktik
perbankan yang bersifat tradisional dan keputusan investasi yang kurang tepat.
Menurut Darmawati dkk. (2004), ciri utama lemahnya corporate governance yang diterapkan di
suatu negara disebabkan oleh tindakan mementingkan diri sendiri di pihak para manajer perusahaan.
Jika para manajer mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor, maka akan
menyebabkan jatuhnya harapan investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah
mereka tanamkan.

PerumusanMasalah
1. Apakah Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap kinerja keuangan?
2. Apakah pengungkapan Corporate Social Responbility (CSR) mempengaruhi kinerja keuangan?

BatasanMasalah
1. Perusahaan sample terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2006-2007 yang menerbitkan
laporan tahunan (Annual Report) secara berturut-turut.
2. Perusahaan sample mempunyai laporan keuangan yang berakhir 31 desember dan
menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang pelaporan
3. Perusahaan sample melakukan pengungkpan \corporate Social Responbility (CSR) dalam
laporan tahunan secara berturut-turut selam tahun 2006-2007.

Langkah-langkah untukMenerapkan Good Corporate Governance
Dalam rangka mendorong perkembangan dan keberhasilan penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance di Indonesia, diperlukan sejumlah langkah-langkah seperti diungkapkan oleh
Safitri (2002:61) dalam FCGI (2002) antara lain:
1. Menerapkan secara komprehensif prinsip-prinsip good corporate governance secara simultan ke
dalam produk perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha dan perekonomian di
Indonesia dengan memperhatikan dan menekankan kepada aspek pengawasan yang
berkelanjutan.
2. Mendorong penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang mengatur aspek atas
pertanggungjawaban pengurus perseroan dan pemegang saham utama di dalam rangka
mengelola kegiatan keuangan perseroan.
3. Mendesain ketentuan-ketentuan yang secara praktis akan menjadi pedoman profesional bagi
emiten atau perusahaan publik di dalam menuangkan model manajemen yang merefleksikan
adanya kegiatan usaha yang didasarkan pada prinsip-prinsip good corporate governance.
4. Menetapkan dan memberikan formulasi yuridis yang secara tegas melarang bentuk-bentuk
rekayasa keuangan yang dapat merugikan atau merupakan suatu modus tersembunyi praktik
curang atau kejahatan pasarmodal.
5. Menjadikan prinsip-prinsip good corporate governance sebagai syarat-syarat utama yang wajib
dipenuhi oleh seriap usaha di dalam hubungannya untuk mendapatkan persetujuan,
penunjukan ataumenerima berbagai bentuk fasilitas ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah.
6. Menciptakan mekanisme yang memudahkan dan mewajibkan setiap emiten atau perusahaan
publik untuk memiliki, mempersiapkan dan menyediakan informasi tentang perseroan dan
tersedianya sarana kontrol yang ketat dari publik atas kegiatan usaha perseroan.

Corporate Social Responsibility (CSR)
Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung
dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi.
Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak
dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai -nilai justice, dan bagaimana
perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan
(Tilt, 1994, dalam Haniffa et al, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan
dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya
akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa et al, 2005).
Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk
membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan
politis (Guthrie dan Parker, 1990). Penelitian Basamalah et al (2005 ) yang melakukan review atas
social and environmental reporting and auditing dari dua perusahaan di Indonesia, yaitu PT
Freeport Indonesia dan PTInti Indorayon, mendukung prediksi legitimacy theory tersebut.
Berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi CSR secara sukarela
telah diteliti dalam penelitian sebelumnya, diantaranya adalah karena untuk mentaati peraturan
yang ada, untuk memperoleh keunggulan kompetitif melalui penerapan CSR, untuk memenuhi
ketentuan kontrak pinjaman dan memenuhi ekspektasi masyarakat, untuk melegitimasi tindakan
perusahaan, dan untuk menarik investasor (Deegan dan Blomquist, 2001; Hasnas, 1998; Ullman,
1985; Patten, 1992; dalamBasamalah et al, 2005).
Pengungkapan informasi CSR itu sendiri merupakan suatu hal yang bersifat endogeneous
(Core, 2001; Healy dan Palepu, 2001). Berbagai penelitian terdahulu mengenai faktor -faktor
determinan yang mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pengungkapan informasi C SR telah
banyak dilakukan. Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan profil industri berkorelasi positif dengan
pengungkapan informasi CSR (Haniffa et al, 2005; Cowen et al, 1997; Trotman et al, 1981; Kelly,
1981; Sembiring, 2003; Sembiring, 2005; Sayekti, 20 06; McGure et al, 1988; Roberts, 1992, Utomo
2000, dan Anggraini, 2006). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa tingkat leverage juga
berkorelasi dengan tingkat pengungkapan informasi CSR, meskipun hasilnya beragam. Roberts
(1992) menemukan korelasi yang positif, sedangkan Sembiring (2003) dan Sayekti (2006)
menemukan korelasi yang negatif. Selanjutnya, Haniffa et al (2005) dan Sembiring (2005) tidak
menemukan korelasi antara tingkat leverage dan pengungkapan CSR. Faktor-faktor corporate
governance juga dikorelasikan dengan tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan
perusahaan. Ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, kualitas auditor eksternal, dan struktur
kepemilikan berkorelasi positif dengan pengungkapan CS R (Haniffa et al, 2005; Sembiring, 2005;
Anggraini, 2006; Sayekti, 2006).

METODELOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode purposive random sampling yaitu
pengambilan sampel yang menyesuaikan diri dengan kriteria tertentu (Bambang & Rudi; 1994). Jadi,
peneliti tidak mengambil semua perusahaan yang terdafatar di BEI sebagai objek penelitian tetapi hanya
yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sampel yang diambil merupakan perusahaan yang masuk dalam sepuluh besar Corporate
Governance Perception Index tahun 2006 dan 2007 oleh majalah SWA dan IICG.
2. Perusahaan sampel yang diambil telah melakukan pengungkapan corporate social responbility
(CSR) pada laporan tahunannya.

Metode Pengumpulan Data
Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa:
1. Daftar perusahaan yang masuk sepuluh besar Corporate governance Perseption Index (CGPI)
tahun 2006-2007 yang di peroleh dari website The Indonesian Institute for corporate governance
(IICG) (www.iicg.co.id)
2. pengungkapan Corporate Social Responbility Disclousure Index (CSRI) tahun 2006-2007 yang
terdapat pada laporan tahunan perusahaan. Data tersebut diperoleh di www.jsx.co.id
3. Return On Equity tahu 2006-2007 yang di peroleh dari laporan tahunan. Data tersebut di
peroleh di www.jsx.co.id

VARIABEL PENELITIAN
Variabel-variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen (Y) dan dua variabel
independen (X), yaitu sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Xi)
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah CGPI dan CSRI berupa:
X1 : Corporate Governance Perseption Index (CGPI)
X2 : Corporate Social Responbility Disclosure Index (CSRI)
2. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerja keuangan yang diukur
dengan Return On Equity (ROE).

Dari pengolahan data dapat diketahui bahwa persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y= -91,975 + 284,923X1 – 0,546X2
Adapun interpretasi dari persamaan tersebut adalah:
1. a=-91,975
Nilai konstanta ini menunjukan apabila semua variabel bebas (Corporate Governane Perception Indeks dan Corporate Social Responbility Disclousure Index) sama dengan nol, maka Return On Equity akan bernilai sebesar -91,975.
2. b1 = 284,923
Nilai koefisien regresi b1 ini menunjukan apabila variabel Corporate Responbility Disclousure Index mengalami kenaikan sebesar satu poin maka Return On Equity akan meningkat sebesar 284,923 dengan asumsi variabel Corporate Governance Perseption Index tetap atau ceteris paribus.
3. b2 =-0,546
Nilai koefisien regresi b2 ini menunjukan apabila variabel Corporate Governance Perseption Index mengalami kenaikan sebesar satu poin maka Return On Equity akan menurun sebesar 0,546 dengan asumsi variabel Corporate Social Responbility Disclousure Index teta p ata u ceteris paribus.
Koefisien Determinasi (r2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas (X) mempengaruhi variabel terikat (Y). Dari hasil penelitian (dapat dilihat pada lampiran)
diketahui nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,50 artinya 50% variabel terikat (Return On
Equity) dapat dijelaskan oleh variabel bebas (Corporate Social Responbility Disclousure Index
dan corporate governance perception index), sedangkan sisanya (100% -50% = 50%) dijelaskan
oleh variabel lain.
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang dimasukan dalam model
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Uji F merupakan pengujian
terhadap koefisien regresi secara bersama-sama, yakni untuk melihat pengaruh dari seluruh
vaiabel bebas terhadap variabel terikat.
Dari hasil pengolahan data menunjukkan p-value 0,004<0,05,artinya signifikan, sedangkan nilai Fhitung
8,006> Ftabel 0,724,artinya signifikan. Signifikan disini berarti Ha diterima dan Ho Kesimpulan
ditolak.

Pembahasan
Pengaruh Corporate Social Responbility Disclousure Index Terhadap Return On Equity Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi ko ntribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990).
Pada variabel CSRI (X1) diperoleh hasil bahwa variabel ini berpengaruh secara signifikan
terhadap Return On Equity, ditunjukan dengan p-value sebesar 0,001 < 0.05 dan nilai thitung (3,963) > ttabel (2,0003).
Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam Haniffa et al, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994, dalam Haniffa et al, 2005).
Pengaruh Corporate Governance Perseption Index Terhadap Return On Equity Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Pada variabel CGPI (X2) diperoleh hasil bahwa variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return On Equity, ditunjukan dengan niali p-value 0,536 > 0,05 dan nilai thitung (-0,633) <ttabel (0,6901).
Tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) (FCGI, 2002 dalam Tjager et al., 2003:25). Jadi perusahaan akan mengungkapakan suatu informasi jika hal tersebut bermanfaat bagi perusahaan.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Variabel Corporate Social Responbility Disclousure Index (CSRI) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
2. Variabel Corporate Governance Perseption Index (CGPI) tudak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa secara parsial hanya variabel CSRI yang berpengaruh signifikan terhadap ROE sedangkan variabel CGPI
berpengaruh tidak signifikan terhadap ROE.

Sumber: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.gunadarma.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F3527%2F1%2FJURNAL.pdf&ei=eFylUuPNB4v7rAeA8oGYAw&usg=AFQjCNGR0jyYrGaFLzocz7itNrmzQL5feA&sig2=-AUI-wCqjjONG9lmb6HalA&bvm=bv.57752919,d.bmk

GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Good corporate governance (GCG) secara merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
PRINSIP-PRINSIP GCG
            Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturanyang berlaku.
TAHAP-TAHAP PENERAPAN GCG
                        Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).Tahap PersiapanTahap ini terdiri atas 3 langkah utama:
1) awareness building,
2) GCG assessment, dan
3) GCG manual building.
            Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
            GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkahyang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya.
            GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
·         Kebijakan GCG perusahaan
·         Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
·         Pedoman perilaku
·         Audit commitee charter
·         Kebijakan disclosure dan transparansi
·         Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
·         Roadmap implementasi
Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi diperusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upayasosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung beradadi bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCGchampion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan.
Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untukmengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
 
PENERAPAN GCG DI INDONESIA
                        Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas terutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Di Indonesia, Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat padapenurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi. kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris.  Ketiga, inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan. Keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal dan Kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor. Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s. Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat didalam Report on Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi. Implementasi GCG Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG diIndonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan dalam mengimplementasikan GCG. Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG. Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah.Aspek baru dalam implentasi GCG Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-perusahaan terbuka. Di samping itu, implementasi GCG akan mendorongtumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam memberiperhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

http://leosukmawijaya.wordpress.com/2009/11/16/good-corporate-governance-dan-penerapannya-di-indonesia-thomas-s-kaihatu-staf-pengajar-fakultas-ekonomi-universitas-kristen-petra-surabaya/